Senin, 08 September 2014

10 Asma'ul Husna



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Allah SWT adalah dzat yang maha perkasa, keperkasaan Allah tiada bandingannya, tidak terbatas dan bersifat kekal. Allah SWT menciptakan alam semesta ini untuk kepentigan umat manusia, dalam menciptakan alam Allah tidak pernah meminta bantuan terhadap mahluk lain, oleh karena itu kita sebagai hamba Allah hendaknya selalu memuliakan-Nya, kemampuan Allah dengan cara selalu mentaati seagala apa yang telah diperintahkan-Nya dan juga menjauhi segala sesuatu yang telah di larang-Nya.
Kemampuan Allah dalam menciptakan alam beserta isinya merupakan wujud dari Asmaul Husna yaitu Al-Aziz, Allah memiliki 99 Asma’ul Husna, termasuk di antaranya ialah Al-Gaffar, Al-Basit, An-Nafi’, Ar-Rauf, Al-Barr, Al-Hakim, Al-Fattah, Al-Adl, Al-Qayyum, dan seterusnya. Nama-nama tersebut telah disebutkan dalam Al-Qur’an bahwa Adanya Asmaul Husna sebagai bukti bahwa Allah maha perkasa dan maha bijaksana, untuk itu maka kita wajib mengamalkan Asmaul Husna ke dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu menulis mencoba menguraikan 10Asmaul Husna dari 99 Asma’ul Husna dalam bentuk makalah yang berjudul: Asma’ul Husna (kelas VII, Semester 2).
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Makna Asma’ul Husna?
2.      Apa saja uraian dan bukti kebenaran tanda kebesaran Allah melalui pemahaman 10 Asma’ul Husna?
3.      Bagaimana cara perilaku orang dan cara meneladani sifat Allah yang terkandung dalam 10 Asma’ul Husna?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui Makna Asma’ul Husna.
2.      Mengetahui uraian dan bukti kebenaran tanda kebesaran Allah melalui pemahaman 10 Asma’ul Husna.
3.      Mengetahui cara perilaku orang dan cara meneladani sifat Allah yang terkandung dalam 10 Asma’ul Husna.

BAB II
PEMBAHASAN
SK       : Memahami Al Asma’ Al Husna
KD      : 1. Menguraikan 10 Al Asma’ Al Husna (Al Aziz, Al Ghaffar, Al Baasith, An Naafi, Ar Rauf, Al Barr, Al hakim, Al Fattaah, Al Adl, Al Qoyyum)
: 2. Menunjukan bukti kebenaran tanda-tanda kebesaran Allah melalui pemahaman terhadap 10 Al Asma’ Al Husna (Al Aziz, Al Ghaffar, Al Baasith, An Naafi, Ar Rauf, Al Barr, Al hakim, Al Fattaah, Al Adl, Al Qoyyum)
: 3. Menunjukan perilaku orang yang mengamalkan 10 Al Asma’ Al Husna (Al Aziz, Al Ghaffar, Al Baasith, An Naafi, Ar Rauf, Al Barr, Al hakim, Al Fattaah, Al Adl, Al Qoyyum)
: 4. Meneladani sifat-sifat Allah yang terkandung dalam 10 Al Asma’ Al Husna (Al Aziz, Al Ghaffar, Al Baasith, An Naafi, Ar Rauf, Al Barr, Al hakim, Al Fattaah, Al Adl, Al Qoyyum)

A.    Makna Asma’ul Husna
1.      Sebagai ayat qur’aniah adanya Allah
Banyak usaha yang dilakukan oleh manusia sepanjang masa untuk mencari dan mengetahui sumber akhir dari segala sesuatu yang ada di muka bumi ini. Tuhan adalah jawaban. Dia diyakini sebagai satu-satunya sumber akhir atas segala yang ada dan yang menyatukan segala perbedaan sehingga berjalan harmonis. Tuhan menjadi suatu yang menarik untuk dicari. Tidak jarang pencarian itu berakhir dengan sia-sia yang pada akhirnya berkesimpulan bahwa tuhan sebenarnya tidak ada.
Menurut mereka yang gagal menemukan, Tuhan hanyalah gagasan atau ide yang diciptakan sendiri oleh manusia. Tapi banyak juga yang menemukan  atau setidaknya mengenal Tuhan yang mereka cari. Hasil pencarian orang yang mengetahui atau mengenal Tuhan bukanlah kinerja dari pola piker mereka sendiri melainkan tuhan sendiri yang memperkenalkan diri-Nya sendiri kepada yang mencari. Bentuk penemuan atau pengetahuan seperti itu disebut wahyu. Dalam tradisi Islam, kata Allah lebih sering dipake untuk menunjuk makna Tuhan. Kata Allah menimpa kata Tuhan dank arena itu lebih utama untuk dicapai.
Al Qur’an sebagai wahyu menceritakan bagaimana Ibrahim, sebelum menjadi seorang Nabi, mencari Tuhan. Dia menolak segala anggapan bentuk  ketuhanan yang ada, seperti batu, patung, phon, hewan bahkan benda langit seperti bintang, bulan bahkan matahari sekalipun. Cerita tentang pencarian Tuhan oleh Ibrahim dituliskan dalam Al Qur’an: “kemudian dia melihat matahari terbit, dia berkata: ‘inilah tuhanku, ini yang lebih besar’, makatatkala matahari itu telah terbenam, dia berkata:’hai kaumkku, sesungguhnya aku berlepas dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar dan aku bukanlah termasuk orang yang mempersekutukan Tuhan” (Al An’am: 78-79)
Cerita yang sama juga terjadi dengan Nabi Musa a. s pada suatu hari, Nabi musa yang sudah beriman kepada Allah terpengaruh oleh kritikan dan permintaan yang dibuat-buat oleh umatnya bani israil untuk bisa menghadirkan tuhannya sehingga mereka bisa melihat langsung dengan mata kepala mereka sendiri. Kemudian Allah berfirman: “dan tarkala Musa datang  untuk munajat kepada kami pada waktu yang telah kami tentukan dan Tuhan telah berfirman langsung kepadanya, berkatalah musa: ‘ya tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada engkau’. Tuhan berfirman: ‘kamu sekali-kali tida sanggup melihat-Ku’. Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur dan luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata:’Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman’. (Al A’raf: 143)
2.      Sebagai nama Allah yang dikenali dan diteladani
Nama-nama Allah dikenal dengan istilah Asma’ul Husna. Sebagaimana dijelaskan dalam Al Qur’an: “Allah, Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Dia, bagi-Nyalah segala nama yang baik”. (QS Taha: 8)
Allah juga memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk berdo’a kepada-Nya: “ Katakanlah: ‘serulah Allah atau Ar Rahman. Dengan nama mana yang kamu seru, Dia mempunyai nama yang baik, dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan jangan pula merendahkannya dan carilah jalan tengan diantara kedua itu”. (QS Al Isra: 110).
Allah melalui Al Qur’an memerintahkan manusia untuk memohon kepada-Nya dengan menyebut Asma’ul Husna-Nya. Do’a dengan menyebutkan nama-nama terssebut akan berfungsi sebagai kegiatan dzikir keagungan dan kekuasaan Allah. As Sunnah menunjukan bahwa Allah memiliki 99 nama terindah sebagaimana sabda Rasulullah yang artinya berbunyi: “ sesungguhnya Allah memiliki 99 nama, yaitu seratus kurang. Barngsiapa yang menghitung semuanya maka dia akan masuk surga.” ( HR Bukhari dan Muslim)
B.     10 Asma’ul Husna Dan Pengertiannya
1.      Al-Aziz : Yang Maha Perkasa
Salah satu sifat kesempurnaan Allah yang tergolong pada Asma’ul Husna adalah Al ‘Aziz (yang Maha Perkasa). Allah maha perkasa atas segala makhluk-Nya, segala yang dikehendaki Allah pasti terlaksana, tak satu pun makhluk yang dapat menghalangi-Nya. Mau tidak mau kita pasti berkembang menurut kehendak-Nya. Ketika baru lahir kita tidak berdaya, secara lambat manusia berkembang dari bayi menuju anak-anak, remaja, dewasa, dan akhirnya tua. Pada saat yang dikehendaki Allah, manusia pasti mati. Semua makhluk hidup tunduk pada sunatullah (hukum alam yang berjalan secara tetap dan otomatis) yang dicipta Allah swt. Tak satupun makhluk yang lolos atau meleset dari sunatullah.
Dialah yang Maha Perkasa, yang dapat mengalahkan siapapun termasuk memusnahkan alam semesta ini. Keperkasaaan Allah tidak terbatas dan terus menerus. Adapun keperkasaan makhluk sangat terbatas. Segagah apa pun manusia dalam waktunya ia akan mati.
Dalil Naqli       : Q.S. Al-Ankabut: 42 dan Q.S. Al Jumu’ah: 1
42. “Sungguh, Allah mengetahui apa saja yang mereka sembah selain Dia. Dan Dia Mahaperkasa, Mahabijaksana.”
1. “apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi senantiasa bertasbih kepada Allah, Maha Raja, Ynag Maha Suci, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Bijaksana”
Orang-orang mukmin tidak akan pernah merasa lemah, sehingga memerlukan perlindungan orang lain, sebaliknya mereka senantiasa akan merasa tangguh oleh karena keyakinan mereka selalu memperoleh kekuatan dan perlindungan dari Allah swt, yang memang menjadi pemilik ini semua.
Kekuatan itu hanyalah milik Allah swt, bagi Rasul-Nya serta bagi orang-orang mukmin. Allah swt merupakan sumber daripada segala kekuatan yang ada. Oleh karena itu, barangsiapa mencari sumber kekuatan di luar Allah swt, maka bagaimanapun juga akan datang saatnya ia akan binasa. Hanya yang kuat dan perkasa itulah yang mampu mendapatkan kemenangan dan Allah swt-lah yang menjadi pemilik-Nya. Dan tidak seorangpun tentunya yang dapat menyanggah bahwa Allah swt-lah yang akan menang.
Semua makhluk, diakuinya ataupun tidak, membutuhkan Allah swt, tetapi sebaliknya Allah swt sama sekali tidak membutuhkan makhluk yang diciptakan-Nya itu.
2.      Al-Ghaffar      : Yang Maha Pengampun
Dialah yang memberikan ampunan kepada hamba-Nya yang mau bertobat dan bersungguh-sungguh (taubatan nasuha). Maha  Suci Allah, Maha Pengampun. Karena siapa lagi yang akan mengampuni segala macam dosa, selain hanya Allah swt belaka. Dia pulalah yang mengembangkan tirai penutup bagi orang-orang yang telah melanggar perintah Allah swt.
Allah swt. Mengampuni dosa-dosa, maka dosa yang besar sekalipun, kalau dikehendaki-Nya serta akan menutub aib manusia, betapapun juga banyaknya.
Allah telah membuka pintu-pintu menuju ampunan-Nya dengan cara bertobat, mengucapkan istighfar, beriman, beramal sholeh, berbuat yang baik kepada para hamba Allah, memberi maaf kepada mereka, kekuatan harapan terhadap anugerah Allah, dan hal-hal lain yang dijadikan Allah sebagai perantara pendekatan pendekatan pada ampunan-Nya.
Dalil Naqli       : Q.S. Fatir: 30 dan Q.S. Taha: 82
30. “agar Allah menyempurnakan pahalanya kepada mereka dan menambah karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Mensyukuri.”
82. “dan sungguh Aku Maha Pengampun bagi yang bertobat, beriman, dan berbuat kebajikan, kemudian tetap dalam petunjuk”
Berdasarkan sifat Allah ini, kita sebagai manusia juga sebaiknya dan sudah harusnya bersikap saling memaafkan apabila terjadi kesalahan maupun kekhilafan. Jika Allah swt Rabb seluruh alam saja mengampuni hamba-Nya yang berdosa sekalipun besar, maka manusia yang sama-sama masih terbelit khilaf dan lupa sudah seharusnya saling mengerti dan bisa berdamai dengan saling minta maaf dan ditimpali dengan saling memberi maaf.
3.      Al-Fattah : Yang Maha Pembuka Pintu Rahmat
Dialah yang Maha Pembuka pintu rahmat dan mencurahkan-Nya kepada semua makhluk-Nya. Allah swt dalam kemurahan-Nya, membukakan untuk semua hamba-hamba-Nya rahasia alam dan kehidupan serta segala kunci ilmu pengetahuan kerajian dan keterampilan, sehingga manusia dapat berkreasi dan menciptakan.
Allah juga telah membukakan dunia ini serta kekuasaan untuk para Nabi serta menyelamatkan mereka dari segala macam gangguan musuh yang merintangi. Betapapun juga Allah tidak menutup pintu rahmat-Nya bagi orang-orang yang mendurhakan agama-Nya serta tidak pula menutup pintu kenikmatan-Nya untuk orang-orang yang kufur kepada-Nya.
Dalil Naqli       : Q.S. Saba: 26, dan Q.S Al A’raf: 89
26. Katakanlah, “Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua, kemudian Dia memberi keputusan antara kita dengan benar. Dan Dia Yang Maha Pemberi keputusan, Maha Mengetahui.”
89. … ya Tuhan kami, berilah keputusan kepada kami dan kaum kaum kami dengan hak (adil). Engkaulah pemberi keputusan terbaik”
Sesungguhnya rahmat hanyalah milik Allah, sedangkan manusia tidak memilikinya. Namun rahmat Allah tersebar di mana saja, termasuk melalui manusia lain. Kita bisa menyalurkan rahmat Allah dengan membuka jalan bagi orang lain untuk berusaha, berkreasi, dengan memberikan lapangan pekerjaan, kesempatan, atau apapun yang bisa kita lakukan. 
4.      Al-Adl : Yang Maha Adil
Dialah zat yang berlaku adil di dalam hukum-Nya dan ketetapan-Nya. Al-Adl menunjukkan bahwa dia adalah Tuhn yang seadil-adilnya, tidak memihak kepada siapa pun dalam mengambil keputusan, sehingga tidak ada orang yang dirugikan sedikit pun, dan akan memperoleh balasan sesuai dengan pebuatan yang pernah dilakukan. Keadilan Allah akan Dia perlihatkan ketika di dunia dan juga di akhirat kelak.
Allah swt. akan selalu membalas kebaikan dengan kebaikan ; sedangkan kejahatan tentulah akan diimbangi dengan kejahatan pula. Oleh karena itu, janganlah berlaku dzalim , dan senantiasa menjaga diri agar tidak didzalimi.
Manusia dalam kenyataanya sering tidak bisa berbuat adil dikarenakan memiliki perasaan baik berupa nafsu maupun hati, sehingga terlihat subjektif dalam berbagai hal. Kita bisa memulai melakukan sifat adil dengan cara membagi waktu yang ada; waktu untuk belajar, istirahat, beribadah, dan lain sebagainya. Kita juga harus beb]rbuat adil kepada orang lain, seperti hal dalam memnentukan salah maupun benar, memberi suatu pemberiyan dengan bijaksana, dan sebagainya.
Dalil Naqli       : Q.S. An-Nahl : 90
90. “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”      
5.      Al-Qayyum: Yang Maha Berdiri Sendiri
Dengan memperkenalkan diri-Nya sebagai Al-Qayyum, Allah ingin menegaskan bahwa Dia yang mengatur segala sesuatu yang menjadi kebutuhan makhluk-Nya secara sempurna  dan terus-menerus, tanpa memandang makhluk yang diurus-Nya itu berterima kasih atau tidak.  Dialah Allah yang menciptakan semua yang ada di bumi dan apa yang ada di langit tanpa minta bantuan orang lain. Contohnya, dalam penciptaan alam semesta beserta isinya, Allah menciptakannya sendiri tanpa bantuan siapa pun. Dalam melakukan sesuatu atau jika berkehendak terjadi sesuatu, Allah cukup mengucap “kun” (jadilah). Segala sesuatu yang memerlukan bantuan menunjukan ketidak sempurnaan. Allah adalah Zat Yang Maha Pembari Pertolongan Dia-lah yang diperlukan oleh semua makhluk, termasuk manusia.
Dalil Naqli       : Q.S. Ali Imran 2
2. “Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Yang Mahahidup, Yang terus-menerus mengurus (makhluk-Nya).”
Dalam memahami sifat ini, kita sebagai manusia harus menjadi manusia yang tidak mudah menyerah ketika dihadapkan dengan berbagai kesulitan. Tidak lekang karena panas, dan tidak lapuk karena hujan, karena manusia harus sadar bahwa dengan sendiriyan pun kita harus tetap berjuang, walau tanpa bantuan siapapun, dan walau tanpa dukungan dari manapun. Karena Allah swt selalu bersama kita sesungguhnya. 
6.      Al Baasith (Yang Melapangkan Rezeki)
Lafal Al Baasith adalah bentuk isim fa’il (pelaku) dari basatha-yabsuthu, yang berarti membentangkan, melapangkan, dan membuka lebar. Allah swt senantiasa membentangkan Rahmat-Nya unntuk menerima tobat hamba yang terlanjur berbuat dosa. Dia membentangkan rezeki yang dibutuhkan hamba-Nya. Dan pula mempersempit rezeki kepada hamba yang dikehendaki.
Dalil Naqlii            : Q.S Al Ra’d: 26 dan Q.S Al Qasas: 82
26. “Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dan membatasi (bagi siapa yang Dia kehendaki)…”
82. “…. Aduhai benarlah kiranya Allah yang melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki diantara hamba-hamba-Nya dan membatasi (bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya. Sekiran). Sekiranya Allah tidak melimpahkan karunia-Nya, tentu Dia telah membenamkan kita pula …”
Ayat di atas menjelaskan dua bukti Allah telah membentangkan rahmat dan menyempitkan atau membatasi rahmat kepada hamba-hamba-Nya yang dikehendaki.
Pertama     : Allah membentangkan rezeki kepada Qarun sehingga menjadi oaring yang kaya raya di lingkungannya. Karena Qarun kufur nikmat dan bersikap congkak, Allah memberi siksaan kepadanya dengan membalikan tanah tempat tinggal dan seluruh kekayaannya.
Kedua       : Allah membentangkan rahmat-Nya kepada orang-orang yang semula mengagumi kekayaan Qarun. Rahmat yang Allah bentangkan kepada mereka berupa keselamatan (tidak ikit terbenam bersama Qarun)
7.      An Naafi (Yang Memberi Manfaat)
Lafal An Naafi adalah bentuk isim fa’il (pelaku) dari lafal Nafa’a artinya bermanfaat. Allah swt mencipta segala sesuatu yang dikehendaki dan memeberi manfaat atas sesuatu buat siapa Dia kehendaki dari hamba-Nya. Dialah yang mampu memberi manfaat dan Dia pula yang mampu memberi madarat (kerugian) atas sesuatu.
Dalil Naqli             : Q.S An Nahl: 5 dan Al Mu’minun: 21
5. “dan hewan ternak telah diciptaka-Nya untuk kamu, padanya ada (bulu) yang menghangat dan manfaat dan sebagainya kamu makan.”
21. “dan sungguh pada hewan ternak teerdapat suatu pelajaran bagimu. Kami memeberi minum dsari (air susu) yang ada dalam perutnya, dan padanya juga terdapat banyak manfaat untukmu, dan sebagian darinya kamu makan.”
Kedua ayata di atas menjelaskan beberapa manfaat yang dapat dipeeroleh dari hewan ternak, baik bulunya, daginya, maupun air susunya. Manfaat yang lainnya adlah untuk dikendarai seperti kuda dan unta dan untuk angkutan seperti unta dan himar.
Pada Q.S Al Fath: 11 berisi tentang perintah kepada Rasulullah saw untuk bertanya kepada orang Arab Badui yang enggan ikut perang ke Hudaibiyah karena takut mati. Pada hakikatnya, pertanyaan diatas berisi penegasan bahwa tidak  ada yang bisa memberi madarat (bencana) dan tidak ada pula yang dapat memberi manfaat (keuntungan), kecuali Allah swt.
8.      Ar Raauf (Yang Maha Pengasih)
Allah swt adalah Dzat yang Maha Pengasih terhadap hamba-hamba-Nya.
Dalil Naqli             : Q.S Al Baqarah : 143 dan Ali Imran: 30
143. “… dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sungguh Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada manusia.”
30. “… dan Allah memperingatkan kamu dari siksa-Nya. Allah Maha penyayang terhadap hamba-hamba-Nya.”
Ayat pertama menjelaskan bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan iman hamba-Nya, sedangkan ayat kedua menjelaskan bahwa diperingatkannya manusia dari siksa Allah adalah salah satu wujud dari kasih saying-Nya kepada hamba.
9.      Al Barr (Yang Melimpahkan Kebaikan)
Asma’ul Husna yang menyerupai Ar Ra’uf ialah Al Barr (Yang Maha Melimpahkan Kebaikan). Karena Allah maha Pengasih, Dia juga Yang Melimpahkan Kebaikan.
Dalil Naqli             : Q.S At Tur: 27-28
28. “Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari adzab neraka. Sesungguhnya kami menyembah-Nya ssejak dulu. Dialah Yang Melimpahkan Kebaikan, Maha Penyayang.”
Firman di atas menjelaskan kisah yang bakal terjadi di jaitun na’im (Surga yang penuh nikmat) kelak. Di dalam jannah mereka dikelilingi anak-anak muda untuk melayani mereka. Mereka berhadap-hadapan dan saling bertegur sapa satu dengan yang lain dalam keadaan bahagia.
10.  Al hakim (Yang Maha Bijaksana)
Allah Yang Maha Bijaksana. Kebijaksanaan Allah mencakup segala hal. Bijaksana dalam mencipta dan mengatur alam semesta sesuai dengan kuasa dan kehendak-Nya yang mutlak. Allah swt Maha Bijaksana karena memberi petunjuk kepada manusia menuju hidup yang diridhai, jalan keselamatan, yakni Islam. Disamping bijaksana, Allah maha perkasa, mampu memberi balasan amal hamba-Nya berupa siksa yang pedih di akhirat kelak dan penderiataan hidup di dunia.
Dalil Naqli             : Q.S Az Zuhruf: 84 dan Ali Imran: 6
84. “Dan dialah Tuhan yang disembah di langit dan Tuhan di bumi, Dialah Yang Maha Bijaksana, Maha Mengetahui.”
6. “… tidak ada Tuhan selain Dia. Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.”
Kedua sikap tersebut (perkasa dan bijaksana)sering kontras pada diri manusia. Biasanya, manusia yang perkasa terkadang susah untuk berbuat secara bijaksana karena mengandalkan keperkasaannya. Sebaliknya, banyak manusia yang bijaksana namun tidak perkasa. Lebih dari itu, kebijaksanaan manusia sering disalahgunakan karrena adanya pengaruh diri dan lingkungan atau golongannya. Allah swt memiliki keperkasaan dan kebijaksanaan yang sempurna dan mutlak.
C.    Bukti Kebenaran Tanda-Tanda Kebesaran Allah Melalui Pemahaman  Terhadap 10 Asma’ul Husna
1.      Al Aziz
Apa yang dikehendaki Allah pasti terjadi, tak satu makhluk pun yang mampu menghalangi kehendak-Nya. Hal ini terbukti bahwa tidak ada satu makhluk pun yang dapat mempertahankan hidupnya. Apabila Allah telah menghendaki mati, maka matilah makhluk.
2.      Al Gaffar
Allah swt senantiasa membuka kesempatan bertobat kepada hamba-Nya yang terlanjur berbuat dosa. Dia akan memberi ampun kepada hamba yang benar-benar bertobat kepada-Nya.
3.      Al Fattah
Banyak manusia yang memaksimalkan usahanya, namun hasil yang diperoleh belum atau tidak seperti apa yang diharapkan. Di sisi lain, banyak manusia yang sederhana saja dalam berusaha, namun memperoleh hasil yang lumayan. Manusia hanya dapat berusaha, sedangkan keberhasilan usahanya pada kuasa dan kehendak Allah semata-mata.
4.      Al Adl
Untuk mewujudkan kehidupan yang aman dan tentram, Allah membuat aturan (agama) untuk ditaati manusia. Hukum Qisas diterapkan kepada pelaku pembunuhan dengan sengaja. Hukum Qisas yang ditentukan Islam sesuai dengan ungkapan utang nyawa dibalas nyawa. Adapun hukum potong tangan diterapkan kepada pencuri yang curiannya senilai seperempat.   
5.      Al Qoyyum
Sejak zaman Nabi Adam sampai sekarang, bumi tetap berputar pada porosnya dengan mengelilingi matahari. Dengan demikian, terjadilah siang dan malam. Keadaan seperti ini  berjalan terus sampai datangnya yaumus sa’ah. Dalam mmengatur alam semesta ini, Allah tak memerlukan bantuan siapapun dari hamba-Nya.
6.      Al Basit
Nafsu setiap manusia ingin memiliki kekayaan yang banyak sebagai sarana kesejahteraan hidupnya di dunia ini. Kenyataannya, tidak semua manusia mencapai keinginannya. Banyak yang kaya, namun banyak pula yang miskin. Allahlah yang membentangkan atau menyempitkan rezeki-Nya kepada manusia.
7.      An Naafi
Dalam kenyataan hidup ini, banyak manusia yang terkejut karena salah perhitungan dan perkiraan. Perkara yang semula dikira akan membawa manfaat ternyata justru mendatangkan madarat. Tak jarang pula, manusia yang tidak menyukai sesuatu karena dikira akan membawa madarat, ternyata justru membawa manfaat. Hal itu sebagai bukti bahwa Allah yang berkuasa menentukan manfaat dan madaratnya sesuatu.
8.      Ar Raauf
Dengan mempelajari imju biologi, manusia dapat mengerti bahwa kehidupan dirinya sanyat bergantung kepada makanan dan minuman. Tak kalah penntingnya, mereka juga memerlukan oksigen. Manusia dewasa sehari semalam memerlukan oksigen sekitar 16 meter kubik. Oksigen sebanyak itu telah disediakan oleh Allah secara gratis, tak usah beli. Hal ini cukup sebagai bukti bahwa Allah swt adalah dzat Yang Maha Pengasih.
9.      Al Barr
Kedermawanan Allah swt atas hamba-Nya amat jelas dan langsung oleh semua manusia, baik muslim maupun kafir. Nikmatnya jasmani, tersedianya rezeki (termasuk oksigen) senantiasa tersedia walaupun manusia enggan memohon kepada-Nya.
10.  Al Hakim
Petunjuk agama yang dianugrahkan kepada manusia sebagai bukti kebijaksanaan Allah swt. Dia mengharamkan berbagai jenis perbuatan buruk karena memang perbuatan tersebut berdampak negative (jika dilakukan manusia). Sebaliknya, Dia mewajibkan kepada manusia beberapa perbuatan yang berdampak positif bagi yang mentaatinya.
D.    Perilaku Orang Yang Mengamalkan 10 Asma’ul Husna
Iman meliputi tiga unsur, yaitu ucapan, kemantapan hati, dan perbuatan. Orang yang beriman kepada Allah  harus dapat membuktikan keimanan tersebut dalam perilaku hidup sehari-hari. Adapun perilaku sebagai pengamalan 10 asma’ul huna di depan, antara lain sebagai berikut:
1.      Al Aziz      : Tunduk dan patuh terhadap ketentuan Allah swt yang berlaku atas dirinya dan rela menerimanya dengan ketulusan hati, tidak menggerutu, dan tidak menyesali diri sendiri.
2.      Al Gaffar  : Tidak putus asa atau murung karena suatu dosa yang terlanjur diperbuat, senantiasa bersikap tawadhu, dan memohon ampunan kepada-Nya.
3.      Al Fattah   : Memutuskan perkara secara adil sesuai hukum yang berlaku. Tidak memihak kepada orang yang dicintai (kalau memang dia salah) dalam memutuskan suatu perkara. Membenarkan yang benar dan menyalahkan yang salah.
4.      Al Adl       : Mencintai keadilan, ikut andil  dalam upaya menegakkan keadaan. Tidak membela orang yang salah untuk menentang yang salah.
5.      Al Qoyyum: mengakui kebesaran Allah swt sebagai pengatur alam semesta dengan sikap tawadhu kepada-Nya.
6.      Al Basit     : Bersikap qonaah terhadap nasib dirinya, tidak mengangangkan anugrah Allah yang diberikan kepada orang lain. Senantiasa menyadari bahwa Allahlah yang mengatur rezeki manusia.
7.      An Naafi   : Tidak tamak terhadap keduniaan karena sadar bahwa sesuatu yang dinilai belum tentu membawa berkah dan manfaat bagi dirinya. Kemanfaatan dan keberkahan sesuatu hanya ada pada kuasa dan Kehendak Allah swt.
8.      Ar Rauf     : Pandai-pandai mensyukuri nikmat dan karunia Allah yang diterima dengan cara memanfaatkan nikmat tersebut sesuai petunjuk Islam.
9.      Al Barr      : Gemar mendermakan sebagian harta  yang dimiliki kepada kaum dhuafa (fakir, miskin, anak yatim, maupun janda), sebagaimana Allah dermawan terhadap hamba-Nya.
10.  Al Haakim : Membiasakan diri berbuat ihsan, berlaku jujur terhadap siapa pun walaupun menyangkut kepentingan pribadi.












BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1.      Nama-nama Allah dikenal dengan istilah Asma’ul Husna. Sebagaimana dijelaskan dalam Al Qur’an: “Allah, Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Dia, bagi-Nyalah segala nama yang baik”. (QS Taha: 8)
2.      Uraian 10 Asma’ul Husna yaitu: Al Aziz, Al Ghaffar, Al Baasith, An Naafi, Ar Rauf, Al Barr, Al hakim, Al Fattaah, Al Adl, Al Qoyyum
3.      Diantara bukti kebenaran Allah melalui pemahaman terhadap 10 asmaul husna yaitu: Apa yang dikehendaki Allah pasti terjadi, tak satu makhluk pun yang mampu menghalangi kehendak-Nya. Hal ini terbukti bahwa tidak ada satu makhluk pun yang dapat mempertahankan hidupnya. Apabila Allah telah menghendaki mati, maka matilah makhluk.
4.      Salah satu perilaku orang yang mengamalkan 10 Asma’ul Husna yaitu: Tunduk dan patuh terhadap ketentuan Allah swt yang berlaku atas dirinya dan rela menerimanya dengan ketulusan hati, tidak menggerutu, dan tidak menyesali diri sendiri.













DAFTAR PUSTAKA

Mahrus. Aqidah.  Jakarta. Direktorat Jendral pendidikan Islam. 2009.
Al Banna, Hasan. Aqidah Islam. Yogyakarta. PT Al Ma’arif. 1992.
Al Jauziyah, Ibn Qayyim. Asma’ul Husna: Nama-nama Indah Allah. Jakarta. Pustaka Kautsar. 2006.
Ibrahim dan Darsono. Membangun Akidah dan Akhlak. Solo. PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. 2009.
Taqwa, Team Penulis. Akidah Akhlaq Madrasah Tsanawiyah kelas 7 Semester Genap. Sragen. Penerbit Akik Pustaka.
Alfat, Masan. Pendidikan Agama Islam: Akidah Akhlak Kelas 1. Semarang. PT Karya Toha Putra. 2007.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar